Seni dalam Mendidik Anak
Seni Mendidik Anak - Banyak Keluarga berpendapat bahwa mendidik anak itu gampang-gampang susah, Gampang dalam arti setiap keluarga pasti pernah memiliki masa kecil dan tumbuh kembang dibesarkan oleh orang tua, sehingga pengalaman itu dapat dijadikan modal untuk mendidik anaknya, sedangkan berpendapat susah karena tidak sedikit suatu keluarga yang gagal dalam mendidik anaknya minimal menjadi orang yang dapat hidup untuk kehidupannya.. Terlepas dari itu semua, setiap anak adalah generasi penerus yang akan mengisi kehidupan mendatang sehingga setiap keluarga dituntut untuk menyiapkan anak-anaknya supaya dapat hidup di masa mendatang.
Sementara apabila setiap keluarga masih mengandalkan masa kecilnya yang di didik orang tuanya dulu sebagai modal mendidik anak, maka alasan ini tidak relevan lagi apabila dihadapkan pada pertanyaan apakah didikan model masa lalu yang diterima dari orang tua dulu masih relevan untuk dijadikan modal mendidik anaknya sekarang untuk masa depan mereka?. Pertanyaan ini sangat penting mengingat cara berpikir, bertindak, bersikap, bertingkah laku, berperan dan berkehidupan anak-anak kita mendatang yang itu berlangsung sekitar 17 tahunan dari sekarang setelah mereka menginjak remaja dan dianggap cukup umur untuk menentukan hidupnya, ternyata tidak cukup dipenuhi apabila hanya mengandalkan cara mendidik model lama yang kualitasnya pada masa kita berumur 17 tahunan yang lalu. Masa depan mereka yang tidak menentu seperti apa dan bagaimana, menuntut orang tua sekarang harus peka dan mengerti serta dapat memprediksi kebutuhan -kebutuhan apa saja kiranya yang dibutuhkan anak kita untuk keperluan hidupnya setelah dewasa mendatang. Kebutuhan tersebut bukan hanya berupa materi, namun yang lebih menentukan berhasil tidaknya seorang anak nanti menghadapi kehidupan mendatang. Kebutuhan non materi tersebut diantaranya:
Intelektual Questin
Kebutuhan pertama yang diperlukan seorang anak dari orang tua adalah mengajarkan menegenai pemahaman logika sederhana kadangkala seorang anak sering menanyakan tentang semua hal. Dari menanyakan hal yang sepele sampai menanyakan sesuatu yang esensial, biasanya seorang anak tidak akan berhenti dan merasa puas akan pertanyaan-pertanyaan tersebut sebelum kita selaku orang tua dapat menjelaskannya.
Banyak buku psikolog perkembangan yang mengulas rasa ingin tahu seorang sebai suatu proses perkembangan intelektual mereka. Kadangkala selaku orang tua kewalahan dalam menjawab sejumlah pertanyaan yang orang dewasa sekalipun butuh penalaran yang abstrak.Sedangkan tingkat pemikiran anak masih pada tingkat konkrit.
Pernah seseorang bercerita dia mempunya seorang anak, usianya sekitar 6 tahunan yang sangat sulit diatur. Pada saat makan saja, harus berusaha keras untuk membujuk anaknya terkecuali kalau memang ia lapar, Namun usah tersebut seakan percuma saja karena tidak menghasilkan hasil. Ada saja alasan yang dikemukakan anak tersebut untuk menghindar dari saran ayahnya yang kadangkala alasan tersebut sanagat susah untuk dicari jawabannya yang setingkat dengan pemahaman anaknya.
Suatu hari, beliau mendapat saran untuk mencoba cara lain yaitu dengan cara dialog. Meskipun proses penalaran anak tersebut sangat sederhana dan bersipat konkrit namun kadang kala beberapa pertanyaan dan jawaban mereka sangat esensial dan menyentuh sisi akar permasalahan, sehingga proses dialog tersebut perlu disesuaikan dengan tingkat penalaran.
Apabila diterapkan pada kasus di atas, karena masalahnya susah makan maka yang perlu dicari solusinya adalah mencari perilaku yang sama (yang bisa anak tersebut membantah apabila disuruh melakukannya) kemudian membandingkannya dengan permasalahan awal. Menurut informasi yang digali ternyata perilaku lainnya yang susah anak tersebut seringkali memberikan alasan terutama selepas bermain tidak mau mandi pasti akan kotor lagi. Alasan inilah yang dipakai beliau untuk dijadikan senjata makan tuan buat anaknya supaya anaknya bersedia makan.
Suatu ketika selepas bermain seharian pada saat anaknya benar-benar lapar ingin makan, beliau tidak langsung memberinya makan namun mencoba cara yang disarankan yaitu menjawabnya dengan menggunakan prinsip yang sama pada saat anak tersebut memberikan alasan untuk tidak mandi, yaitu: Tidak usah makan, kan nanti lapar lagi.
Entah apakah dengan jawaban tersebut anak tersebut mengerti ataupun tidak, namun yang pasti setelah diuji coba trik seperti itu , anak beliau itu berubah total. Dia mungkin dapat mencerna jawaban ayahnya, mesikupun dengan kapasitas yang sesuai dengan perkembangan ntelektualnya.
Spiritual Dan Emosional Qustion
Kondisi sekarang ini sangat jauh berbeda dengan masa akan datang yang akan dilalui putra-putri kita. Meskipun tidak akan ada yang tahu bagaimana situasi mendatang namun yang pasti banyak tantangan dan godaan yang akan dilalui anak kita. Untuk itu perlu ditanamkan nilai-nilai aqidah yang kuat sebagai bekal kelak dewasa aganr anak kita tidak mudah goncang keyakinannya. Ibarat pohon, apabila semenjak benih atau bibit yang ditanam kemudian tidak dirawat dengan baik seperti dikasih pupuk, disiram, diberi pencahayaan yang cukup dan dijauhkan dari hama maka sangat memungkinkan pohon tersebut tidak akan tumbuh dengan baik. Begitupun dengan seorang anak, dia akan tumbuh dewasa dengan perangai yang baik dan hati yang terang apabila secara konsisten sejak dini sampai dewasa sudah dikenalkan secara intrapersonal : siapa dia , mengapa dia lahir, apa potensi yang dimilikinya , apa kelebihan dan kekurangan diri serta sejak dini diperkenalkan arti ketauhidan yaitu siapa pencipta dirinya dan alam semesta ini. Sejumlah pertanyaan tersebut sebenarnya untuk mengenalkan agama, konsep diri, kasih sayang, mandiri, berani, dan memiliki tanggung jawab pada anak.
Untuk mengenalkan siapa tuhannya terhadap anak kecil yaitu lewat proses penciptaan. Biasanya seorang anak akan sangat terangsang pada rasa ingin tahu yang dalam tentang apa yang kita kenalkan. Moment itulah tugas orang tua harus dapat menjelaskan seara sederhana sesuai dengan kapasitas kemampuan nalar dan keyakinan anak.
Diharapkan dengan memiliki dasar keyakinan yang kuat terhadap sang pencipta, pertumbuhan spiritual anak akan terbentuk benteng sekaligus filter yang efektik terhadap serangan kehidupan yang sekuler dan makin materialistik.
Sumber inspirasi ini di kutip dari media pembinaan, Bapak Dani Wardani,penulis buku dan dosen luar bias di Fakultas adab dan Humaniora jurusan sejarah dan Peradaban Islam UIN Sunan Gunung Djati Bandung. untuk sumber yang terkait saya ucakpkan banyak-banyak terima kasih, semoga ilmu yang dituangkan disini bisa menjadi amal ibadah di dunia atau di akherat. Aamiin, Salam [SKP]
Baca artikel yan berkaitan :
Ilustrasi :Anak-anak sedang mengemban pendidikan di sekolah |
Intelektual Questin
Kebutuhan pertama yang diperlukan seorang anak dari orang tua adalah mengajarkan menegenai pemahaman logika sederhana kadangkala seorang anak sering menanyakan tentang semua hal. Dari menanyakan hal yang sepele sampai menanyakan sesuatu yang esensial, biasanya seorang anak tidak akan berhenti dan merasa puas akan pertanyaan-pertanyaan tersebut sebelum kita selaku orang tua dapat menjelaskannya.
Banyak buku psikolog perkembangan yang mengulas rasa ingin tahu seorang sebai suatu proses perkembangan intelektual mereka. Kadangkala selaku orang tua kewalahan dalam menjawab sejumlah pertanyaan yang orang dewasa sekalipun butuh penalaran yang abstrak.Sedangkan tingkat pemikiran anak masih pada tingkat konkrit.
Pernah seseorang bercerita dia mempunya seorang anak, usianya sekitar 6 tahunan yang sangat sulit diatur. Pada saat makan saja, harus berusaha keras untuk membujuk anaknya terkecuali kalau memang ia lapar, Namun usah tersebut seakan percuma saja karena tidak menghasilkan hasil. Ada saja alasan yang dikemukakan anak tersebut untuk menghindar dari saran ayahnya yang kadangkala alasan tersebut sanagat susah untuk dicari jawabannya yang setingkat dengan pemahaman anaknya.
Suatu hari, beliau mendapat saran untuk mencoba cara lain yaitu dengan cara dialog. Meskipun proses penalaran anak tersebut sangat sederhana dan bersipat konkrit namun kadang kala beberapa pertanyaan dan jawaban mereka sangat esensial dan menyentuh sisi akar permasalahan, sehingga proses dialog tersebut perlu disesuaikan dengan tingkat penalaran.
Apabila diterapkan pada kasus di atas, karena masalahnya susah makan maka yang perlu dicari solusinya adalah mencari perilaku yang sama (yang bisa anak tersebut membantah apabila disuruh melakukannya) kemudian membandingkannya dengan permasalahan awal. Menurut informasi yang digali ternyata perilaku lainnya yang susah anak tersebut seringkali memberikan alasan terutama selepas bermain tidak mau mandi pasti akan kotor lagi. Alasan inilah yang dipakai beliau untuk dijadikan senjata makan tuan buat anaknya supaya anaknya bersedia makan.
Suatu ketika selepas bermain seharian pada saat anaknya benar-benar lapar ingin makan, beliau tidak langsung memberinya makan namun mencoba cara yang disarankan yaitu menjawabnya dengan menggunakan prinsip yang sama pada saat anak tersebut memberikan alasan untuk tidak mandi, yaitu: Tidak usah makan, kan nanti lapar lagi.
Entah apakah dengan jawaban tersebut anak tersebut mengerti ataupun tidak, namun yang pasti setelah diuji coba trik seperti itu , anak beliau itu berubah total. Dia mungkin dapat mencerna jawaban ayahnya, mesikupun dengan kapasitas yang sesuai dengan perkembangan ntelektualnya.
Spiritual Dan Emosional Qustion
Kondisi sekarang ini sangat jauh berbeda dengan masa akan datang yang akan dilalui putra-putri kita. Meskipun tidak akan ada yang tahu bagaimana situasi mendatang namun yang pasti banyak tantangan dan godaan yang akan dilalui anak kita. Untuk itu perlu ditanamkan nilai-nilai aqidah yang kuat sebagai bekal kelak dewasa aganr anak kita tidak mudah goncang keyakinannya. Ibarat pohon, apabila semenjak benih atau bibit yang ditanam kemudian tidak dirawat dengan baik seperti dikasih pupuk, disiram, diberi pencahayaan yang cukup dan dijauhkan dari hama maka sangat memungkinkan pohon tersebut tidak akan tumbuh dengan baik. Begitupun dengan seorang anak, dia akan tumbuh dewasa dengan perangai yang baik dan hati yang terang apabila secara konsisten sejak dini sampai dewasa sudah dikenalkan secara intrapersonal : siapa dia , mengapa dia lahir, apa potensi yang dimilikinya , apa kelebihan dan kekurangan diri serta sejak dini diperkenalkan arti ketauhidan yaitu siapa pencipta dirinya dan alam semesta ini. Sejumlah pertanyaan tersebut sebenarnya untuk mengenalkan agama, konsep diri, kasih sayang, mandiri, berani, dan memiliki tanggung jawab pada anak.
Untuk mengenalkan siapa tuhannya terhadap anak kecil yaitu lewat proses penciptaan. Biasanya seorang anak akan sangat terangsang pada rasa ingin tahu yang dalam tentang apa yang kita kenalkan. Moment itulah tugas orang tua harus dapat menjelaskan seara sederhana sesuai dengan kapasitas kemampuan nalar dan keyakinan anak.
Diharapkan dengan memiliki dasar keyakinan yang kuat terhadap sang pencipta, pertumbuhan spiritual anak akan terbentuk benteng sekaligus filter yang efektik terhadap serangan kehidupan yang sekuler dan makin materialistik.
Sumber inspirasi ini di kutip dari media pembinaan, Bapak Dani Wardani,penulis buku dan dosen luar bias di Fakultas adab dan Humaniora jurusan sejarah dan Peradaban Islam UIN Sunan Gunung Djati Bandung. untuk sumber yang terkait saya ucakpkan banyak-banyak terima kasih, semoga ilmu yang dituangkan disini bisa menjadi amal ibadah di dunia atau di akherat. Aamiin, Salam [SKP]
Baca artikel yan berkaitan :