--> Skip to main content

Cerita Orang Jujur, "Siapa Jujur Tentu Mujur"

Cerita Orang Jujur, "Siapa Jujur Tentu Mujur" - Ini adalah sebuah cerita yang saya angkat dari sebuah buku Perpustakaan terbitan tahun 1977. Tersebut dalam cerita ini, ada seorang saudagar, Pak Amir namanya. Pekerjaan berdagang telah dimulai sejak muda bersama orang tuanya.
          Yang dijualnya ialah pakaian segala ukuran, kain batik, sarung, dan masih banyak lagi macamnya. Pak Amir tidak hanya berdagang di kotanya, tetapi juga ke kota sekitarnya.
           Pada saat itu belum ada kendaraan bermotor seperti sekarang. Pak Amir membawa dagangannya dengan kuda muatan.
       Hari raya Idul Fitri segera tiba. Pasar penuh sesak orang berbelanja, semua kebutuhan untuk merayakan Idul Fitri. Sehingga penuh sesak tempat Pak Amir hari itu sangat sibuk. Banyak sekali pembeli, sehingga penuh sesak tempat Pak Amir berjualan. Selain pakaian, hari itu Pak Amir juga membawa, permata, cincin, subang, gelang, dan kalung.

Cerita Orang Jujur, "Siapa Jujur Tentu Mujur"
Ilustrasi Pak Prasojo Orang Yang Jujur
       Tiba-tiba hujan turun. Untunglah Pak Amir sudah banyak mendapat uang.Mengingat jarak rumahnya jauh, dan sudah tidak ada pembeli, Pak Amir segera mengemasi dagangannya dan dimuatkan pada kudanya.
      Meski hujan belum reda benar, Pak Amir berangkat pulang. Berjalan hati-hati di belakang kudanya, sekaligus jaga dagangannya. Jalan sangat licin, sehingga menjelang maghrib Pak Amir baru sampai di rumah.

       Setelah hilang lelahnya, Pak Amir akan menghitung pendapatannya hari itu. Dengan harapan, mudah-mudahan banyak laba, lebih-lebih tadi banyak orang membeli permata. Pak Amir duduk bersila, akan menghitung uang.

       Betapa terkejut hatinya, tas tempat uang tidak ada! Hilang entah di mana. Hampir pingsan Pak Amir mengetahui hal ini. Berapa banyak uang di dalamnya belum juga dihitungnya.
       Katanya, "Sungguh celaka, saya bekerja sepenuh hati. Hujan, panas saya tempuh. Mengapa saya begitu celaka. Tas penuh dengan uang hilang. Baiklah, saya akan membuat sayembara, Barang siapa menemukan tas berisi uang milikku, akan kuberi hadiah separo dari isinya.
       Keesokan harinya berita tentang sayembara itu telah merata, meluas sampai ke desa-desa.

Lain kejadian.....Di sebuah desa, desa kemuning; berdiamlah seorang pembuat alat dapur dari tanah liat (jawa; grabah) bernama Pak Prasojo. Prasojo berarti sederhana. Memang orang ini sangat sederhana, tetapi sangat jujur. Tekun bekerja dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
       Tempayan, periuk, kendi (Tempat air) dijualnya ke pasar. Pak Prasojo juga berjualan ke pasar sama dengan Pak Amir. Hanya uang pendapatannya jauh berbeda.
       Setelah tidak ada pembeli, hari sudah petang, maka kembalilah Pak Prasojo. Periuk yang tidak terjual, dibawa pulang. Sekaligus untuk membawa kebutuhan rumah tangganya: beras sedikit, gula, teh, dan lain-lainnya.

      Waktu senja, barulah ia memasuki desanya. Di tikungan jalan, kakinya terantuk sesuatu benda. Karena sudah agak gelap, ia berhenti, mengamat-amati benda itu.
       Astaga! Kiranya tas penuh dengan uang. Tas diambilnya, dimasukan ke dalam periuk. Sama sekali ia tidak bermaksud untuk memiliki tas itu. Melainkan hanya menyimpan sementara., dan besok pagi akan di serahkan kepada Bapak Kepala Desa (Pak Lurah). Hal ini tak seorang pun yang mengetahuinya.

      Keesokan harinya, Pak Prasojo juga mendengar adanya sayembara. Segera ia pergi kerumah Pak Amir. Setelah memperkenalkan diri, maka bertanyalah ia, "Saya dengar Saudara kehilangan tas penuh berisi uang. Dan Saudara membuat sayembara. Betulkah itu?".
      "Betul, betul, kawan. Aku sedang bersedih hati. Lebih-lebih, aku belum mengetahui berapa isi tas itu. Saya percaya tas itu berisi banyak uang, saya belum menghitungnya."
       "Dan bagaimana bunyi sayembara itu?"
     "Begini kawan, siapa saja yang menemukan tas saya itu, akan saya beri hadiah, separo dari isi tas itu!"

      "Kalau begitu, apakah ini tas yang hilang, milik Saudara? Saya temukan di tikungan jalan.
     Pak Amir heran, ia sangat terperanjat melihat tasnya tetap terkunci. Dengan gembira ia bersatu, "Betul, betul, kawan. itu tas saya yang hilang. Terima kasih, kawan. Berikan padaku dan marilah kita hitung."

       Merka berdua menghitung isi tas. Seribu, dua ribu, tiga ribu....., sepuluh ribu. Sampai sejumlah tujuh ratus enam puluh ribu rupiah. Pak Amir mulai gelisah, timbullah niatnya yang jelek. Ia merasa sayang, apabila separo dari jumlah uang tersebut harus dihadiahkan kepada Pak Prasojo. Itu berarti tiga ratus delapan puluh ribu rupiah. Akal jelek segera ditempuh.

       Kata Pak Amir, "Pak Prasojo, kamu akan menipu aku.. Selain uang ini, di dalam tas ada cincin bermata berlian. mana cincin itu kembalikan kepadaku! Ayo lekas kembalikan!"

       Pak prasojo takut sekali. Katanya, "Sabar, sabar, Saudara. Tas itu tidak saya buka. Tetap terkunci pada waktu Saudara terima. Tidak mungkin saya mengambil cincin itu. Meskipun aku ini miskin, tetapi aku tidak mau mencuri. Aku takut kepada tuhan."

       Kedua orang itu bertengkar. Masing-masing tetap pada pendiriannya. Akhirnya mereka pergi ke rumah Bapak Kepala Desa (Pak Lurah) untuk minta penyelesian. Dengan sabar Pak Prasojo meneritakan semuanya.

        Pak Lurah berkata, "Saudara, aku telah mengerti semua. Pak Amir kehilangan tas berisi uang. Terus membuat sayembara. Pak Prasojo menemukan tas itu di tikungan jalan. Di kembalikan kepada Pak Amir.Teernyata uang itu sebanyak tujuh ratus enam puluh ribu rupiah. Tetapi ada yang hilang, cincin bermata berlian. Pak Prasojo dituduh mengambil cincin itu. Uang tidak jadi dibagi!"

        Pak Lurah adalah seorang pemimpin yang bijaksana. Diam sebentar untuk berpikir. Akhirnya Pak Lurah berkata, "Pak Amir, tas itu bukan milik Pak Amir. Isinya hanya uang tujuh ratus enam puluh ribu rupiah. Tidak ada cincin berlian. Berarti tas itu bukan milik Pak Amir! Serahkan tas itu kepadaku, dan pulanglah ke rumah!"

       Pak Amir pucat pasi, gemetar seluruh badannya. Dengan kata yang terputus-putus, ia minta kepada Pak Lurah, "Maafkan Pak Lurah, saya yang bersalah. Saya yang berasal. Saya merasa sayang kalau uang itu dibagi dengan Pak Prasojo. Itu tas saya Pak.. Tidak ada cincin berlian di dalamnya. Ada tulisan nama saya didalamnya!"

      "O,o,o begitu Pak Amir, mohonlah ampun kepada Tuhan. Dan bersyukurlah, karena Tuhan menunjukan jalan yang benar bagimu. Dan uang ini akan saya bagi. Sesuai dengan isi sayembaramu, namun sebelumnya Pak Amir harus minta ampun kepada Pak Prasojo.
      Begitulah, dengan kebijaksanaan Pak Lurah telah menyesaikan persoalan itu, juga telah menyadarkan Pak Amir akan kesalahannya.
      Pak Prasojo sangat bersyukur kepada Tuhan atas anugrah ini. Karena semua ini datang dari Tuhan Yang Maha Penyayang. Siapa jujur tentu mujur.

Kesimpulan:
  Kejujuran adalah modal utama dalam kehidupan, Karena kejujuran mencerminkan manusia yang beriman. Siapa Jujur Tentu Mujur. Seperti apa yang dicerminkan Oleh Pak Prasojo, Salam.
Pengarang Ny.S. Wardoyo.
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar